Para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Iklim bisa berubah dengan sendirinya, bahkan secara radikal. Pada abad 19, studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, yang disebut sebagai gas rumah kaca. Gas tersebut bisa mempengaruhi iklim di Bumi dan menimbulkan efek yang disebut sebagai efek rumah kaca yang disebut sebagai penyebab pemanasan global atau global warming. Efek rumah kaca adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini
Pada sekitar tahun 1820, Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, akan tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi infra-merah yang seharusnya terpantul terjebak dalam atmosfer(prinsip rumah kaca).
Tiga puluh tahun kemudian, Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan untuk membuat perhitungan yang lebih baik dalam menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dengan peningkatan Temperatur bumi. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.
Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, ketika atmosfer menyimpan lebih banyak uap air dan menyimpan lebih banyak panas akan memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C. Jadi diperlukan kesadaran dan partisipasi dari semua manusia di bumi ini untuk menghadapi pemanasan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar