Bumi kita sangat kaya akan berbagai batuan mineral. Salah satu batuan mineral yang cukup banyak didapati adalah batu kapur (limestone). Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia, seperti di Padalarang (Jawa Barat), Kalimantan Tengah (Kota Waringin Barat, Barito Utara, Murung Raya), Palimanan (Kab. Cirebon, Jabar) dan daerah lainnya. Batu kapur yang terdapat di alam bermacam-macam jenisnya, antara lain : kalsit (CaCO3), dolomit (CaCO3.MgCO3), magnesit (MgCO3), siderit (FeCO3), ankerit [Ca2Fe(CO3)4], dan aragonit (CaCO3) yang berkomposisi kimia sama dengan kalsit tetapi berbeda dalam struktur kristalnya.
Batu kapur (Kalsium karbonat CaCO3) apabila dibakar dengan suhu tertentu (> 900o C) akan mengeluarkan gas karbon diaksida (CO2) dan menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida ini kemudiannya dicampur dengan sedikit air akan menjadi serbuk kapur, atau kapur padam( kalsium hidroksida, Ca(OH2). Proses ini dinamakan tindakan air (slaking) dan serbuk kapur dikenal sebagai kapur terhidrat. Serbuk kapur akan menjadi cair yaitu dempul kapur jika campuran airnya berlebihan. Serbuk kapur jika dibiarkan lama, kandungan airnya akan hilang dan bereaksi dengan karbon dioksida di udara kembali menjadi kalsium karbonat.
Kamis, 15 Juli 2010
Rabu, 14 Juli 2010
Dampak deforestasi
Dampak deforestasi atau deforestation impacts tidak hanya terjadi pada keanekaragaman hayati hutan. Deforestasi juga mempengaruhi struktur tanah juga kualitas tanahnya. Lapisan tanah hutan memiliki gizi tinggi yang dibuat oleh aktivitas pembuatan kompos secara alami. Ketika vegetasi pada daerah tersebut tidak ada lagi, tanah tidak akan mampu menerima air hujan yang akan membuat erosi dan banjir. Deforestasi akan menghapus lapisan tanah yang subur, tanah kemudian akan menjadi sangat tipis dan miskin nutrisi. Suatu daerah hutan kadang benar-benar gundul karena digunakan sebagai lahan pertanian. Petani biasanya membakar pohon dan vegetasi untuk membuat lapisan pemupukan abu. Penebangan dan pembakaran hutan mengakibatkan waduk waduk kehilangan kesuburannya, banjir dan tingkat erosi tinggi, dan tanah sering menjadi tidak dapat mendukung tanaman hanya dalam beberapa tahun. Jika daerah tersebut kemudian berubah menjadi padang rumput ternak, tanah dapat menjadi padat, yang pada akhirnya memperlambat atau mencegah pemulihan hutan.
Banyak orang hidup dari pertanian dengan sistem perladangan berpindah, berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Deforestasi skala besar dengan pembukaan hutan oleh perusahaan besar terkadang juga bisa membuat konflik sosial. Orang-orang akan kehilangan tanah mereka yang akan mempengaruhi hidup mereka.
Hutan membuat aturan penting bagi siklus air. Hutan akan menerima hujan dengan baik. Air menguap dari tanah dan vegetasi, mengembun menjadi awan, dan jatuh lagi sebagai hujan dalam siklus air abadi diri. penguapan ini juga mendinginkan permukaan bumi. Deforestasi akan menghapus siklus ini dan meningkatkan suhu bumi sehingga bisa dibilang bahwa deforestasi mempunyai andil banyak terhadap terjadinya pemanasan global.
Banyak orang hidup dari pertanian dengan sistem perladangan berpindah, berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Deforestasi skala besar dengan pembukaan hutan oleh perusahaan besar terkadang juga bisa membuat konflik sosial. Orang-orang akan kehilangan tanah mereka yang akan mempengaruhi hidup mereka.
Hutan membuat aturan penting bagi siklus air. Hutan akan menerima hujan dengan baik. Air menguap dari tanah dan vegetasi, mengembun menjadi awan, dan jatuh lagi sebagai hujan dalam siklus air abadi diri. penguapan ini juga mendinginkan permukaan bumi. Deforestasi akan menghapus siklus ini dan meningkatkan suhu bumi sehingga bisa dibilang bahwa deforestasi mempunyai andil banyak terhadap terjadinya pemanasan global.
Pemanasan global dan pulau kita.
Pemanasan global atau global warming merupakan salah satu isu paling banyak dibicarakan di abad 21. Kita tahu bahwa, polusi meningkat bahkan dalam rasio yang lebih besar ketika penduduk dunia meningkat. Banyak negara dan juga organisasi antar negara seperti Uni Eropa atau ASEAN harus melakukan kebijakan hijau atau green policy, untuk melindungi lingkungan dan masa depan bumi. Kebijakan-kebijakan ini semakin banyak diterapkan di Eropa Tengah di negara-negara seperti Jerman misalnya melalui daur ulang sampah plastik dan kebijakan lain seperti denda yang dikenakan pada sampah, pembakaran sampah atau daun, dan bahkan dorongan transportasi kolektif telah dikenakan. Tapi beberapa orang dalam kehidupan sehari-hari kita orang-orang membakar sampah mereka di rumah mereka dan di jalan-jalan, memainkan peran besar sebagai kontributor dalam pemanasan global.
Mari kita melihat dan menganalisis fakta tentang apa yang menyebabkan pemanasan global atau global warming. Banyak orang percaya (yang juga benar) gas rumah kaca yang memancarkan menyebabkan sinar matahari untuk disimpan dalam atmosfer bumi untuk waktu yang lama, karena memantul kembali. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu, yang pada gilirannya menyebabkan banyak bencana alam. Meskipun ini adalah penyebab utama pemanasan global, masih ada penyebab lain, yang ada hubungannya dengan siklus Matahari. Setiap 10-12 tahun, matahari berada di puncaknya dan sebaliknya. puncak adalah matahari maksimum, yang berarti bahwa ini adalah ketika matahari adalah terpanas dan memancarkan badai surya lebih banyak dari sebelumnya. Periode ini merupakan periode dengan radiasi surya yang maksimum, sejak terakhir di tahun 90-an. Ini juga merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Beberapa orang berpikir bahwa pemanasan global tidak benar-benar mempengaruhi kehidupan mereka. Mari kita lihat lagi. Karena pemanasan global demam berdarah menyebar lebih jauh dan lebih cepat di seluruh negeri karena kelembaban meningkat. Pemanasan global membuat pantai segera akan bergerak lebih dekat dengan satu meter atau lebih setiap tahun sebagai dampak dari mencairnya es di kutub utara (arctic) dan selatan bumi (antartic) . Pemanasan global menyebabkan banjir semakin banyak di pulau-pulau dan daerah sekitarnya. Pemanasan global membuat orang kelaparan karena tanaman mereka hancur dalam bencana alam seperti badai, banjir, atau panas / kering. Pemanasan global di Indonesia, mengancam untuk menenggelamkan pulau terutama pulau – pulau kecil. Pemanasan global menyebabkan peningkatan permukaan laut, dan kita akan kehilangan banyak pulau karena itu.
Mari kita melihat dan menganalisis fakta tentang apa yang menyebabkan pemanasan global atau global warming. Banyak orang percaya (yang juga benar) gas rumah kaca yang memancarkan menyebabkan sinar matahari untuk disimpan dalam atmosfer bumi untuk waktu yang lama, karena memantul kembali. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu, yang pada gilirannya menyebabkan banyak bencana alam. Meskipun ini adalah penyebab utama pemanasan global, masih ada penyebab lain, yang ada hubungannya dengan siklus Matahari. Setiap 10-12 tahun, matahari berada di puncaknya dan sebaliknya. puncak adalah matahari maksimum, yang berarti bahwa ini adalah ketika matahari adalah terpanas dan memancarkan badai surya lebih banyak dari sebelumnya. Periode ini merupakan periode dengan radiasi surya yang maksimum, sejak terakhir di tahun 90-an. Ini juga merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Beberapa orang berpikir bahwa pemanasan global tidak benar-benar mempengaruhi kehidupan mereka. Mari kita lihat lagi. Karena pemanasan global demam berdarah menyebar lebih jauh dan lebih cepat di seluruh negeri karena kelembaban meningkat. Pemanasan global membuat pantai segera akan bergerak lebih dekat dengan satu meter atau lebih setiap tahun sebagai dampak dari mencairnya es di kutub utara (arctic) dan selatan bumi (antartic) . Pemanasan global menyebabkan banjir semakin banyak di pulau-pulau dan daerah sekitarnya. Pemanasan global membuat orang kelaparan karena tanaman mereka hancur dalam bencana alam seperti badai, banjir, atau panas / kering. Pemanasan global di Indonesia, mengancam untuk menenggelamkan pulau terutama pulau – pulau kecil. Pemanasan global menyebabkan peningkatan permukaan laut, dan kita akan kehilangan banyak pulau karena itu.
Senin, 12 Juli 2010
Mengenal bumi kita
Bumi yang dalam bahasa Inggrisnya disebut sebagai earth, adalah tempat kita tinggal, dikatakan juga sebagai planet biru. Bumi adalah planet ketiga dari matahari dalam susunan tata surya. Merupakan planet dengan ukuran terbesar kelima akan tetapi memiliki diameter terbesar jika dilihat dari planet-planet yang solid atau planet non-gas.
Bumi merupakan tempat tinggal dari jutaan makhluk hidup termasuk manusia. Bumi sejauh ini merupakan satu-satunya tempat yang bisa ditemukan adanya kehidupan. Menurut para ilmuwan bumi telah terbentuk sejak 4,5 miliar tahun yang lalu.
Bumi merupakan tempat tinggal dari jutaan makhluk hidup termasuk manusia. Bumi sejauh ini merupakan satu-satunya tempat yang bisa ditemukan adanya kehidupan. Menurut para ilmuwan bumi telah terbentuk sejak 4,5 miliar tahun yang lalu.
Pemanasan global
Para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Iklim bisa berubah dengan sendirinya, bahkan secara radikal. Pada abad 19, studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, yang disebut sebagai gas rumah kaca. Gas tersebut bisa mempengaruhi iklim di Bumi dan menimbulkan efek yang disebut sebagai efek rumah kaca yang disebut sebagai penyebab pemanasan global atau global warming. Efek rumah kaca adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini
Pada sekitar tahun 1820, Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, akan tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi infra-merah yang seharusnya terpantul terjebak dalam atmosfer(prinsip rumah kaca).
Tiga puluh tahun kemudian, Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan untuk membuat perhitungan yang lebih baik dalam menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dengan peningkatan Temperatur bumi. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.
Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, ketika atmosfer menyimpan lebih banyak uap air dan menyimpan lebih banyak panas akan memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C. Jadi diperlukan kesadaran dan partisipasi dari semua manusia di bumi ini untuk menghadapi pemanasan global.
Pada sekitar tahun 1820, Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, akan tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi infra-merah yang seharusnya terpantul terjebak dalam atmosfer(prinsip rumah kaca).
Tiga puluh tahun kemudian, Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan untuk membuat perhitungan yang lebih baik dalam menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dengan peningkatan Temperatur bumi. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.
Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, ketika atmosfer menyimpan lebih banyak uap air dan menyimpan lebih banyak panas akan memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C. Jadi diperlukan kesadaran dan partisipasi dari semua manusia di bumi ini untuk menghadapi pemanasan global.
Langganan:
Postingan (Atom)